Suku Dayak Warukin, merupakan salah satu suku Dayak yang terdapat di kabupaten Tabalong provinsi Kalimantan Selatan. Suku Dayak Warukin berdiam di desa Warukin, Haus dan beberapa daerah di sekitarnya. Populasi masyarakat suku Dayak Warukin diperkirakan sekitar 2000 orang.
Wilayah pemukiman suku Dayak Warukin berada di antara pemukiman suku Banjar yang menjadi mayoritas di Kalimantan Selatan.
Suku Dayak Warukin merupakan sub bagian dari suku Maanyan Benua Lima. Sedangkan suku Maanyan Benua Lima adalah bagian dari sub-suku Maanyan. Istilah "benua" berasal dari bahasa Banjar. Sedangkan nama dalam bahasa Maanyan adalah Maanyan Paju Lima.
Konsep pengetahuan lokal suku Dayak Warukin bersumber dari dua konsep utama, yaitu konsep tentang alam semesta dan konsep tentang Tuhan. Pada suku Dayak Warukin mempunyai pemahaman bahwa memperlakukan alam sama dengan memperlakukan diri sendiri, selain itu dikenal juga konsep tihang aras yaotu sebagai tempat bertahtanya Tuhan. Konsep tentang Tuhan, mengenal ada tiga Tuhan yaitu Suwara,yang menciptakan cikal bakal alam semesta. Nining Bahatara adalah Tuhan yang menjaga dan memelihara alam semesta, kampung halaman, ladang, flora dan fauna. Dan Tuhan yang merupakan roh-roh dari Datu Nini yang bertugas mengatur dan menjaga tradisi dan kebudayaan suku dayak. Bentuk-bentuk pengetahuan lokal suku Dayak Warukin dalam bentuk mata pencaharian, nilai-nilai sosial, pengetahuan dan agama yang mereka yakini. Implementasi tadi pengetahuan lokal ini diwujudkan dalam upaya-upaya suku Dayak Warukin memelihara hutan. Ini terlihat dari tata cara mereka membuka kawasan hutan, alat-alat yang mereka gunakan, pantangan yang mereka taati, serta upacara-upacara yang mereka lakukan, semuanya berkaitan dengan alam. Kesemuanya ini menjadi pengetahuan lokal suku Dayak Warukin.
Wilayah pemukiman suku Dayak Warukin berada di antara pemukiman suku Banjar yang menjadi mayoritas di Kalimantan Selatan.
Suku Dayak Warukin merupakan sub bagian dari suku Maanyan Benua Lima. Sedangkan suku Maanyan Benua Lima adalah bagian dari sub-suku Maanyan. Istilah "benua" berasal dari bahasa Banjar. Sedangkan nama dalam bahasa Maanyan adalah Maanyan Paju Lima.
Suku Dayak Warukin berbicara dalam bahasa Warukin. Bahasa ini memiliki kemiripan dengan bahasa Banjar Kuala Lupak (Banjar Kuala), yaitu sekitar 50%. Sedangkan dengan bahasa Banjar Asam-Asam kemiripan sekitar 57%.
Tradisi kesenian suku Dayak Warukin adalah Upacara Balian Bulat. Tradisi balian ini dibuat menjadi sebuah atraksi kesenian yang disebut Tari Tandik Balian. Sedangkan lainnya adalah adalah Upacara Mambatur. Istilah ini pada sub-etnis Maanyan Paju Lima (Benua Lima) disebut Marabia.
Tari Tandik Balian (banuahujungtanah) |
Konsep pengetahuan lokal suku Dayak Warukin bersumber dari dua konsep utama, yaitu konsep tentang alam semesta dan konsep tentang Tuhan. Pada suku Dayak Warukin mempunyai pemahaman bahwa memperlakukan alam sama dengan memperlakukan diri sendiri, selain itu dikenal juga konsep tihang aras yaotu sebagai tempat bertahtanya Tuhan. Konsep tentang Tuhan, mengenal ada tiga Tuhan yaitu Suwara,yang menciptakan cikal bakal alam semesta. Nining Bahatara adalah Tuhan yang menjaga dan memelihara alam semesta, kampung halaman, ladang, flora dan fauna. Dan Tuhan yang merupakan roh-roh dari Datu Nini yang bertugas mengatur dan menjaga tradisi dan kebudayaan suku dayak. Bentuk-bentuk pengetahuan lokal suku Dayak Warukin dalam bentuk mata pencaharian, nilai-nilai sosial, pengetahuan dan agama yang mereka yakini. Implementasi tadi pengetahuan lokal ini diwujudkan dalam upaya-upaya suku Dayak Warukin memelihara hutan. Ini terlihat dari tata cara mereka membuka kawasan hutan, alat-alat yang mereka gunakan, pantangan yang mereka taati, serta upacara-upacara yang mereka lakukan, semuanya berkaitan dengan alam. Kesemuanya ini menjadi pengetahuan lokal suku Dayak Warukin.
referensi:
- wikipedia: peninggalan purbakala maanyan
- ugm
- protomalayans: dayak warukin
- banuahujungtanah: dayak warukin
- dan beberapa sumber lain
No comments:
Post a Comment