Dayak Dohoi

Suku Dayak Dohoi, adalah salah satu suku dayak yang berdiam di daerah sekitar perbatasan Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat. Pemukiman suku Dayak Dohoi ini sebagian ada yang di wilayah provinsi Kalimantan Tengah dan sebagian lain berada di wilayah provinsi Kalimantan Barat. Populasi suku Dayak Dohoi ini lebih dari 100.000 orang.

Suku Dayak Dohoi dikelompokkan ke dalam bagian sub suku Dayak Ot Danum. Bermukim di wilayah perbatasan Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Di Kabupaten Sintang suku Dayak Dohoi merupakan mayoritas, terutama di kecamatan Ambalau dengan populasi lebih dari 14.500 orang menurut sensus tahun 1988.

Dahulu kala, orang Dohoi terkenal logas, tohpas hohot, dan nyolung osak dahak ah. Logas berarti "mudah naik darah", tohpas lohot berarti "tidak ragu-ragu kalau mengambil keputusan untuk membunuh", dan nyolung osak dahak berarti "orang yang tidak mengenal rasa takut sedikit pun". Pada masa lalu suku Dayak Dohoi memiliki perilaku sangat keras. Mereka punya prinsip, sekali ahpang yaitu "mandau terhunus", maka pantang disarungkan sebelum minum darah manusia. Karena wataknya itulah maka oleh orang dayak lainnya yang berada di sekitar daerah itu menamakan mereka sebagai Dohoi, untuk menyatakan bahwa "mereka ini adalah orang yang logas, tohpas lohot, dan nyolung osak dahak ah".

Dalam keseharian masyarakat suku Dohoi berbicara menggunakan bahasa Dohoi yang termasuk rumpun bahasa Barito.

Desa-desa suku Dohoi dihuni antara 100-400 orang. Tanah di sekeliling setiap desa (sekitar 2 - 3 km jauhnya) dianggap sebagai tanah milik desa. Setiap penduduk desa berhak menjual tanahnya bila dikehendaki, tetapi hanya kepada sesama penduduk desa. Tanah yang tetap kosong selama lebih dari 5 tahun bisa dimiliki oleh siapa saja di desa itu.

Kadang suku Dohoi disebut juga sebagai suku Ot Danum. Istilah "ot danum" memiliki arti "orang-orang yang tinggal di wilayah di sepanjang sungai". Pemukiman mereka membentang dari sungai Melawi sampai sungai Barito. Pemukiman mereka terletak di daerah terpencil di pedalaman, sehingga untuk mencapai pemukiman suku Dohoi ini bisa memakan waktu berhari-hari dengan menggunakan perahu melalui sungai Lamandau.

Pernikahan di antara saudara sepupu lebih disukai di antara suku Dohoi. Bila telah tercapai persetujuan (kesepakatan) oleh orang tua pasangan, keluarga mempelai laki-laki memberikan hadiah secara simbolis kepada keluarga mempelai wanita. Pemberian kedua diberikan ketika pertunangan diumumkan. Sesudah pernikahan dilangsungkan, dilakukan pembayaran kepada pengantin wanita.

Orang Dohoi sebagian besar adalah penganut animisme (percaya bahwa setiap benda memiliki roh) dan polytheisme (menyembah banyak dewa). Tapi pada dasarnya praktek keagamaan mereka berkisar di antara dua dewa, yang satu dilambangkan dengan Burung Enggang dan Ular air.
Upacara-upacara keagamaan bisa berupa acara-acara sederhana maupun pesta-pesta yang lama. Penduduk meminta bantuan Shaman (dukun) untuk mengobati penyakit mereka, yang dalam prakteknya seringkali dirasuki roh.

Mata pencaharian orang Dohoi adalah bercocok tanam di ladang. Mereka biasanya menumbuk padi pada malam hari, setelah seharian bekerja di ladang. Suara tumbukan bertalu-talu ini disambut dengan gembira gelak tawa di setiap hampir rumah tangga. Inilah keunikan suku Dohoi. Hasil panen disimpan pada tempat khusus yang disebut jorong, yaitu rumah yang terbuat dari satu tiang guna menghindari tikus. Rumah mereka berbentuk persegi panjang dan didirikan sekitar 2 - 5 m di atas tanah dengan tiang-tiang kayu (rumah panggung) dengan tangga bertingkat. Anjing, babi, dan ayam merupakan hewan peliharaan mereka. Mereka juga memelihara sapi untuk disembelih pada perayaan-perayaan besar. Orang Dohoi juga terkenal dalam kerajinan topi, keranjang, dan berburu juga mereka buat secara lokal.

sumber:

No comments:

Post a Comment